Selasa, 01 Februari 2011

KLENTENG BOEN TEK BIO

Klenteng Boen Tek Bio dikenal luas sebagai klenteng tertua di Tangerang yang telah berumur lebih dari 3 abad, meski tidak ada data pasti tentang kapan berdirinya klenteng ini. Komunitas Cina di perkampungan Petak Sembilan diperkirakan mendirikan klenteng ini secara bergotong royong pada sekitar tahun 1684 dalam bentuk yang masih sangat sederhana. Pada tahun 1844 klenteng ini mengalami renovasi dengan mendatangkan ahlinya dari negeri Cina.

Klenteng Boen Tek Bio (“tempat ibadah sastra kebajikan”) merupakan salah satu dari tiga klenteng yang besar dan berpengaruh serta berusia tua di daerah Tangerang. Dua klenteng lainnya adalah Klenteng Boen Hay Bio (berdiri 1694) dan Klenteng Boen San Bio (1689). Untuk masuk ke klenteng Boen Tek Bio, kendaraan harus diparkir di tepi Jalan Ki Samaun, dan berjalan sejauh sekitar 100 meter ke dalam lingkungan pasar lama.

Ukiran kayu dan tulisan berhuruf Cina. Kayu-kayu pada langit-langit klenteng diperkirakan dibuat pada awal tahun 1800. Berbeda dengan klenteng lain yang pernah saya kunjungi, peraturan memotret di klenteng ini ketat dan kaku.

Patung Hok Tek Tjeng Sien (Dewa Bumi) di ruang utama klenteng, dengan patung Bie Lek Hud di bagian depan. Bi Lek Hud, atau Mi Le Fo dan dalam bahasa sanskerta disebut Maitreya yang berarti “Yang Maha Pengasih dan Penolong”, adalah salah satu dewa yang sangat dihormati. Umumnya orang memuja Bie Lek Hud untuk memperoleh kekayaan dan kebahagiaan.

Sebuah hiasan gantung bergambar naga yang indah, yang juga banyak saya temukan di klenteng lain, serta ornamen kayu yang menghias dinding klenteng.

Keberadaan klenteng ini tidak lepas dari sejarah kedatangan orang Cina di kota Tangerang yang terjadi pada abad ke-15. Pada tahun 1407, seperti dicatat dalam buku sejarah Sunda berjudul Tina Layang Parahyang (Catatan dari Parahyangan), rombongan Tjen Tjie Lung (Halung) yang membawa tujuh kepala keluarga dengan sembilan orang gadis, terdampar di daerah yang sekarang dikenal dengan sebutan Kampung Teluk Naga. Tujuan mereka semula adalah untuk pergi ke Jayakarta.

Pada waktu mereka meminta pertolongan kepada Sanghyang Anggalarang, penguasa daerah di bawah Sanghyang Banyak Citra dari Parahyangan, konon para pegawainya jatuh cinta pada gadis-gadis itu dan kesembilan gadis itu pun mereka kawini. Rombongan itu kemudian mendapat sebidang tanah di daerah Kampung Teluk Naga itu.

Hiasan pada hiolo yang dibuat pada tahun 1805. Salah satu versi menyebutkan bahwa pada awal abad ke 18 kaum Cina menyebut wilayah Tangerang dengan nama “Boen-Teng”, sehingga orang Cina yang tinggal di sana disebut sebagai Cina Boen Teng, yang lama kelamaan sebutan itu berubah menjadi Cina Benteng.

Alunan asap hio melambai indah dari ujung batang hio yang tengah terbakar.
Versi lain asal muasal sebutan Cina Benteng adalah konon ketika itu di tepi Sungai Cisadane dekat pusat kota Tangerang yang sekarang pernah berdiri sebuah benteng yang disebut Benteng Makassar. Saat itu orang-orang Cina yang kurang mampu terpaksa harus tinggal di luar benteng, di daerah Sewan (di belakang Bendungan Pintu Air Sepuluh) dan Kampung Melayu. Dari sana kemudian muncul istilah Cina Benteng.

Sebuah lonceng tua di halaman klenteng yang konon berasal dari negeri Cina dan dibuat tahun 1835.
Kedatangan orang-orang Cina di kawasan Pasar Lama ini, berlangsung setelah peristiwa pembantaian ribuan orang Cina yang terjadi di tempat yang sekarang bernama Taman Fatahillah, Jakarta, pada tahun 1740, dalam sebuah usaha pemberontakan yang gagal.

Belanda kemudian mengirimkan orang-orang Cina untuk bertani ke daerah Tangerang dan mendirikan permukiman berupa pondok-pondok, yang sekarang dikenal dengan nama Pondok Cabe, Pondok Aren, Pondok Jagung, dll., selain perkampungan di Petak Sembilan di kawasan Pasar Lama ini.

Sebuah patung singa di halaman depan klenteng. Mungkin karena berada lingkungan pasar yang ramai, klenteng ini rupanya tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah namun halamannya juga dipakai sebagai tempat bersantai, ngobrol dan main catur.

Tempat pembakaran yang dibuat pada abad 19. Upacara besar yang banyak dikunjungi orang di Klenteng Boen Tek Bio adalah Upacara Gotong Toapekong yang diarak mengelilingi daerah Pasar Lama dan dihadiri oleh perwakilan dari seluruh klenteng di Indonesia. Saat itu juga ada pertunjukan Wayang Potehi yang langka. Upacara Gotong Toapekong yang pertama kali berlangsung di Tangerang pada tahun 1856 ini dilakukan setiap 12 tahun sekali, bertepatan dengan Tahun Naga, sehingga upacara berikutnya akan berlangsung pada tahun 2012.

read more :

thearoengbinangproject.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar