Jumat, 14 Januari 2011

TUGU JOGJA

Monumen ini berada tepat di tengah perempatan Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Jendral Soedirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan Diponegoro. Tugu Jogja yang berusia hampir 3 abad memiliki makna yang dalam sekaligus menyimpan beberapa rekaman sejarah kota Yogyakarta.

Tugu Jogja kira-kira didirikan setahun setelah Kraton Yogyakarta berdiri. Pada saat awal berdirinya, bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), sehingga disebut Tugu Golong-Gilig.

Secara rinci, bangunan Tugu Jogja saat awal dibangun berbentuk tiang silinder yang mengerucut ke atas. Bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar sementara bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian bangunan tugu pada awalnya mencapai 25 meter.

Keadaan benar-benar berubah pada tahun 1889, saat pemerintah Belanda merenovasi bangunan tugu. Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk kerucut yang runcing. Ketinggian bangunan juga menjadi lebih rendah, hanya setinggi 15 meter atau 10 meter lebih rendah dari bangunan semula. Sejak saat itu, tugu ini disebut juga sebagai De Witt Paal atau Tugu Pal Putih.

Perombakan bangunan itu sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk mengikis persatuan antara rakyat dan raja. Namun, melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, bisa diketahui bahwa upaya itu tidak berhasil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar